Sabtu, 31 Desember 2011

2011 ( dua ribu sebelas )

tahun 2011 banyak hal yang terjadi mungkin bisa di lupakan atau mungkin juga tidak.dimana setiap hal yang terjadi di tahun 2011 mungkin bisa menjadi momen yang sedikit ganjil, dimana kejadian suatu tempat pasti selalu di ikuti dengan hal yang tidak menyenangkan,,,

di tahun yang akan datang ( 2012 ) banyak yang memiliki prediksi yang sangat mengerikan,tapi dengan semangat baru daya juang yang baru semuanya pasti bisa diselesaikan dengan cara bijak.
2012 merupakan awal yang baik untuk memulai suatu hal yang berguna untuk kita semua,,,

SELAMAT TAHUN BARU 2012
Dari saya selaku pemilik blog ini,,,semoga semuanya bisa bermanfaat untuk kita semua,,,,,,,,

Kamis, 24 November 2011

pasal bhisama

pasal bhisama akan di hapus dari peraturan yang telah di rancang oleh pemerintah bali. banyak polemik yang bermuculan tentang wacana ini,disatu pihak ada yang setuju dan di pihak lain banyak yang menentang ini. mungkin bisa menjadi pelajaran buat kita supaya bisa menyikapi gimana atau bagaimana supaya BALI itu bisa berkembang dan menjadi panutan di seluruh dunia.
kalau di lihat dari apa yang terjadi sekarang masih banyak yang harus di benahi, jangan sampai apa yang ingin di kembangkan malah akan membuat kita semua terlena dengan apa yang telah kita buat. BALI sangat kuat pengaruhnya di segala bidang ekonomi,sehingga banyak investor berdatangan untuk mengadu nasib di sini. dilihat  dari beberapa faktor pendukung atau yang lain masih perlunya kesadaran diri sebelum memulai suatu yang mungkin bisa atau tidaknya mengembangkan bali itu sendiri.



gambaran


Senin, 24 Oktober 2011

Kebudayaan Bali

DESKRIPSI LOKASI
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil yang beribu kota Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tempat tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan. Suku bangsa Bali dibagi menjadi 2 yaitu: Bali Aga (penduduk asli Bali biasa tinggal di daerah trunyan), dan Bali Mojopahit (Bali Hindu / keturunan Bali Mojopahit).



UNSUR – UNSUR BUDAYA

A. BAHASA
Bali sebagian besar menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa Bali di bagi menjadi 2 yaitu, bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar, dan bahasa Bali Mojopahit.yaitu bahasa yang pengucapannya lebih halus.

B. PENGETAHUAN
Banjar atau bisa disebut sebagai desa adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan social yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan social tersebut diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara keagamaan. Banjar dikepalahi oleh klian banjar yang bertugas sebagai menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan,tetapi sering kali juga harus memecahkan soal-soal yang mencakup hukum adat tanah, dan hal-hal yang sifatnya administrasi pemerintahan.

C. TEKNOLOGI
Masyarakat Bali telah mengenal dan berkembang system pengairan yaitu system subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Dan mereka juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.

D. ORGANISASI SOSIAL
a). Perkawinan
Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali adalah mengarah pada patrilineal. System kasta sangat mempengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan, karena seorang wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan, yaitu akan membuat malu keluarga dan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak wanita.
Di beberapa daerah Bali ( tidak semua daerah ), berlaku pula adat penyerahan mas kawin ( petuku luh), tetapi sekarang ini terutama diantara keluarga orang-orang terpelajar, sudah menghilang.
b). Kekerabatan
Adat menetap diBali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada macam 2 adat menetap yang sering berlaku diBali yaitu adat virilokal adalah adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami,dan adat neolokal adalah adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu : kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.
c). Kemasyarakatan
Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian yaitu : desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.

E. MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam, pada dataran yang curah hujannya yang cukup baik, pertenakan terutama sapi dan babi sebagai usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali, baik perikanan darat maupun laut yang merupakan mata pecaharian sambilan, kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan pada penduduk. Karena banyak wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, travel, toko kerajinan tangan.

F. RELIGI
Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95%, dari jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin.orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang perusak). Tempat beribadah dibali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sangga. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.

Orang yang meninggal dunia pada orang Hindu diadakan upacara Ngaben yang dianggap sanggat penting untuk membebaskan arwah orang yang telah meninggal dunia dari ikatan-ikatan duniawinya menuju surga. Ngaben itu sendiri adalah upacara pembakaran mayat. Hari raya umat agama hindu adalah Nyepi yang pelaksanaannya pada perayaan tahun baru saka pada tanggal 1 dari bulan 10 (kedasa), selain itu ada juga hari raya galungan, kuningan, saras wati, tumpek landep, tumpek uduh, dan siwa ratri.

Pedoman dalam ajaran agama Hindu yakni : (1).tattwa (filsafat agama), (2). Etika (susila), (3).Upacara (yadnya). Dibali ada 5 macam upacara (panca yadnya), yaitu (1). Manusia Yadnya yaitu upacara masa kehamilan sampai masa dewasa. (2). Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur. (3).Dewa Yadnya yaitu upacara yang diadakan di pura / kuil keluarga.(4).Rsi yadnya yaituupacara dalam rangka pelantikan seorang pendeta. (5). Bhuta yadnya yaitu upacara untuk roh-roh halus disekitar manusia yang mengganggu manusia.

G. KESENIAN
Kebudayaan kesenian di bali di golongkan 3 golongan utama yaitu seni rupa misalnya seni lukis, seni patung, seni arsistektur, seni pertunjukan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama, seni musik, dan seni audiovisual misalnya seni video dan film.

NILAI-NILAI BUDAYA
1. Tata krama : kebiasaan sopan santun yang di sepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia di dalam kelompoknya.
2. Nguopin : gotong royong.
3. Ngayah atau ngayang : kerja bakti untuk keperluan agama.
4. Sopan santun : adat hubungan dalam sopan pergaulan terhadap orang-orang yang berbeda sex.

ASPEK PEMBANGUNAN
Di Bali jenis mata pencahariannya adalah bertani disawah. Mata pencaharian pokok tersebut mulai bergeser pada jenis mata pencaharian non pertanian. Pergeseran ini terjadi karena bahwa pada saat sekarang dengan berkembangnya industri pariwisata di daerah Bali, maka mereka menganggap mulai berkembanglah pula terutama dalam mata pencaharian penduduknya.

Sehingga kebanyakan orang menjual lahannya untuk industri pariwisata yang dirasakan lebih besar dan lebih cepat dinikmati. Pendapatan yang diperoleh saat ini kebanyakan dari mata pencaharian non pertanian, seperti : tukang, sopir, industri, dan kerajinan rumah tangga. Industri kerajinan rumah tangga seperti memimpin usaha selip tepung, selip kelapa, penyosohan beras, usaha bordir atau jahit menjahit.

DAFTAR PUSTAKA

  • Swarsi, Si Luh;1986;Kedudukan Dan Peranan Wanita Pedesaan Daerah Bali;Jakarta: Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan
  • Dhana, I Nyoman;1994;Pembinaan Budaya Dalam Keluarga Daerah Bali;Bali: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

Kamis, 20 Oktober 2011

Bali Kini

Bali sekarang lebih banyak menuai protes ketimbang penghargaan. Kenapa demikian, karena masih banyak kecendrungan masyarakat dalam bersosialisasi untuk gimana caranya menyikapi masalah yang sering terjadi selama ini. Boleh di kata Bali sekarang lagi berusaha sembuh dari sakit yang dideritanya, banyak hal yang harus segera dibenahi jika ingin bali itu seperti dulu lagi. 

Apakah yang menyebabkan semua itu bisa terjadi? 
Penyebabnya tiada lain karena kurangnya tanggung jawab yang di miliki sehingga membuat banyak keputusan yang tidak bisa di pahami oleh banyak masyarakat. Contohnya, dalam segi pembangunan banyak bangunan yang tidak sesuai dengan apa yang telah di susun dalam peraturan daerah maupun adat istiadat bali yang sangat kental dengan istilah ''TRI HITA KARANA'' atau yang lebih di kenal dengan bangunan yang berdasarkan seni budaya yang sudah di anut oleh masyarakat bali itu sendiri.


"megibung"

Jumat, 14 Oktober 2011

Kota Denpasar

KONDISI GEOGRAFI

   A.   Letak Astronomi
   Kota Denpasar terletak di tengah-tengah dari Pulau Bali, selain merupakan Ibukota Daerah Tingkat II, juga merupakan Ibukota Propinsi Bali sekaligus sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian.
Letak yang sangat strategis ini sangatlah menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun dari kepariwisataan karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya.
Kota Denpasar terletak diantara 08° 35" 31'-08° 44" 49' lintang selatan dan 115° 10" 23'-115° 16" 27' Bujur timur, yang berbatasan dengan: di sebelah Utara Kabupaten Badung, di sebelah Timur Kabupaten Gianyar, di sebelah Selatan Selat Badung dan di sebelah Barat Kabupaten Badung.
Ditinjau dari Topografi keadaan medan Kota Denpasar secara umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m diatas permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%.
 
   B.   Luas Wilayah
   Luas wilayah Kota Denpasar 127,98 km2 atau 127,98 Ha, yang merupakan tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha, atau 2,27 persen dari seluruh luas daratan Propinsi Bali. Sedangkan luas daratan Propinsi Bali seluruhnya 5.632,86 Km2.
Batas Wilayah Kota Denpasar di sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abiansemal dan Kuta Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar (Kecamatan Sukawati dan Selat Badung dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Kuta) dan Selat Badung. Sebagian besar (59,1%) berada pada ketinggian antara 0 - 75 M dari permukaan laut.
Dari luas tersebut diatas tata guna tanahnya meliputi Tanah sawah 5.547 Ha dan Lahan Kering 10.001 Ha. Lahan Kering terdiri dari Tanah Pekarangan 7.714 Ha, Tanah Tegalan 396 Ha, Tanah Tambak/Kolam 9Ha, Tanah sementara tidak diusahakan 81 Ha, Tanah Hutan 538 Ha , Tanah Perkebunan 35 Ha dan Tanah lainnya: 1.162 Ha. Luas Lahan di Kota Denpasar dirinci per Kecamatan (hektar).

Luas Lahan di Kota Denpasar Dirinci per Kecamatan (hektar)
Kecamatan Tanah Sawah Tanah Kering Jumlah
1. Denpasar Barat 299 10 309
2. Denpasar Timur 586 23 609
3. Denpasar Selatan 754 2018 2772
4. Denpasar Utara 955 4038 4993
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Denpasar
 
   C.   Iklim
   Kota Denpasar termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi angin musim sehingga memiliki musim kemarau dengan angin timur (Juni-Desember) dan musim Hujan dengan angin barat (September-Maret) dan diselingi oleh musim Pancaroba. Suhu rata-rata berkisar antara 25,4°C - 28,5°C dengan suhu maksimum jatuh pada bulan Januari, sedangkan suhu minimum pada bulan agustus.
Jumlah Curah Hujan tahun 2008 di Kota Denpasar berkisar 0-406 mm dan rata-rata 97,1 mm. Bulan basah (Curah Hujan >100 mm/bl) selama 4 bulan dari bulan Nopember s/d Pebruari Sedangkan bulan kering (Curah Hujan <100 mm/bl selama 8 bulan jatuh pada bulan Maret sampai Oktober. Curah Hujan tertinggi terjadi pada pada bulan Pebruari (406 mm) dan terendah terjadi pada bulan Oktober (0 mm).

SEKILAS KOTA DENPASAR
VISI
   DENPASAR KREATIF BERWAWASAN BUDAYA DALAM KESEIMBANGAN MENUJU KEHARMONISAN. 

MISI
   1.   Menumbuh kembangkan jati diri masyarakat Kota Denpasar berdasarkan budaya Bali.
   2. Memberdayakan masyarakat Kota Denpasar berlandaskan kearifan lokal melalui budaya kreatif.
   3. Mewujudkan Pemerintahan yang baik (good governance) melalui penegakan supremasi hukum (law enforcement)
   4. MeningkatkanpPelayanan publik menuju kesejahteraan masyarakat (welfare society)
   5. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat melalui sistem ekonomi kerakyatan

LAMBANG
   1.   Lambang Daerah Kota Denpasar berbentuk segi lima sama sisi dengan warna dasar biru laut dengan garis pinggir putih hitam.
   2. Motto "PURRADHIPA BHARA BHAVANA" , artinya: Kewajiban Pemerintah adalah meningkatkan kemakmuran Rakyat.
   3. Di dalam segi lima sama sisi tersebut terdapat lukisan-lukisan yang merupakan unsur-unsur lambang sebagai berikut :
  
   a.   Segi lima sama sisi :
Dasar dengan bentuk Segi Lima Sama Sisi berarti mencerminkan bahwa Dasar Negara Republik Indonesia adalah Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.
Warna Dasar Biru Laut melambangkan Keagungan
Garis pinggir berwarna putih dan hitam berarti: Warna putih melambangkan kesucian/budhi luhur dan warna hitam melambangkan kekuatan.
   b. Padmasana Jagatnatha :
Melambangkan alam semesta tempat suci untuk pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Jagatnatha dapat pula diartikan sebagai tempat Pemerintah atau Penguasa. Jadi dengan demikian Jagatnatha disini dapat diartikan bahwa Denpasar adalah merupakan Pusat Pemerintahan.
Warna Kuning Emas pada Pura Jagatnatha adalah merupakan tempat suci untuk Pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
   c. Keris :
Keris melambangkan jiwa/mentalitas keperwiraan yang lazim disebut Jiwa Kesatria.
Keris disini melambangkan bahwa Kota Denpasar adalah juga merupakan Kota Perjuangan.
Warna Hitam dalam Keris tersebut melambangkan ketegasan.
   d. Candi Bentar :
Candi Bentar melambangkan Kebudayaan, ini berarti bahwa Kota Denpasar mempunyai Kebudayaan yang sifatnya khas.
Candi Bentar juga dapat diartikan bahwa Kota Denpasar merupakan pintu gerbangnya Propinsi Bali.
   e. Tangga yang Jumlahnya Tiga Buah :
Ini melambangkan bahwa Konsep pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Denpasar selalu berlandaskan konsep TRI KAYA PARISUDHA.
   f. Lingkaran Bunga Teratai Yang Jumlahnya 8 (Delapan) Helai, melambangkan Astha Dala atau Astha Beratha.
   g. Padi Kapas Serta Rantai (Gelang) Dua Buah melambangkan :
Padi yang jumlahnya 27 buah melambangkan tanggal 27.
Rantai (Gelang) dua buah yang melambangkan bulan dua (Pebruari).
Kapas yang bunganya berjumlah 9 (Sembilan) buah dan daunnya dua helai melambangkan tahun 92. Jadi dengan demikian Padi Kapas serta rantai (Gelang) sebagai pengikat Padi Kapas melambangkan bahwa Kota Denpasar lahir pada tanggal 27 Pebruari 1992.

KETENTUAN WARNA
1. Dasar lambang biru laut dengan garis pinggir putih dan hitam.
2. Padmasana Jaganatha yang berwarna kuning emas.
3. Keris berwarna hitam.
4. Candi Bentar berwarna merah bata.
5. Buah padi berwarna kuning emas.
6. Bunga kapas berwarna putih dengan dibawahnya hijau.
7. Tali pengikat (rantai/gelang) berwarna merah.
8. Tangga berwarna merah bata.
9. Lingkaran Astha Dala/Astha Beratha berwarna kuning emas.
10. Pita berwarna putih.
11. Tulisan Motto berwarna hitam.


sumber  
http//:www.denpasarkota.go.id




























Kabupaten Klungkung

SEJARAH KLUNGKUNG
Pengungkapan sejarah Klungkung dalam periode tertentu yaitu dari smarapura
Sampai Puputan Klungkung , berlangsung selama 222 tahun diharapkan dapat membuka bidang penelitian dan penulisan sejarah lokal Indonesia. Kerajaan Klungkung berdiri bersamaan dengan dibangunnya kroton Smarapura tahun 1686
Dan diakhiri dengan Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai Kerajaan terakhir di Bali yang melakukan perlawanan dengan cara puputan dalam mempertahankan eksistensinya sebagai kerajaan yang merdeka terhadap meluasnya praktek politik kolonial Belanda di Nusantara. Dengan mengungkap sejarah Klungkung secara perosesual dan secara struktural maka kerangka sejarah lokal di indonesia akan makin tampak variasinya disetiap lokal. Tiap - tiap lokal memiliki cara - caranya sendiri untuk membangun kerajaannya dan kemudian mengadakan perlawanan terhadap kolonialisme di Indonesia.
Beberapa permasalahan yang telah diajukan pada bab pendahuluan perlu diberikan kerangka pemecahan. Pengungkapan masalah-masalah proses berdirinya kerajaan Klungkung, struktur pemerintahan kerajaan, hubungan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme Belanda, semuanya bertuijuan ingin memahami sikap para pelaku sejarah kerajaan atau dinamika intern kerajaan Klungkung pada jamannya. Di situ tampak juga sikap- sikap yang reaktip dan selektip pada jamannya. Ia akan terikat kepada tiga dimensi waktu yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.
Dua makna dapat dipetik dari pengungkapan sejarah Klungkung dalam kesimpulan ini dan sekaligus dimaksud untuk memberi pemecahannya, yaitu sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indonesia, dan sejarah Klungkung adalah satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia. Makna pertama menitik beratkan kepada dimensi waktu lampau untuk memetik niali-nilai historis dalam konteks sejarah Indonesia. Sedangkan makna ke dua lebih menekankan pada dimensi waktu sekarang dan yang akan datang untuk memetik nilai-nilai di dalam sejarah Klungkung terutama nilai puputan sebagai satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia yang bermanfaat dalam mengisi kemerdekaan dengan segala aktivis yang dilancarkan seperti pembangunan danmodernisasi itu sendiri. Oleh karena pembangunan dan modernisasi yang diterapkan senantiasa mempunyai implikasi etis, maka perlu dikembangkan pembangunan dan modernisasi yang berwajah manusiawi. Salah satu nilai manusiawi atau kepribadian nasional dapat digaliu dari sejarah daerahnya.
Sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indoneia.
Wilayah Indonesia tidak merupakan konteks historis yang statis. Sebagai rangkaian hubungan-hubungan menunjukkan dinamika yang disebabkan oleh penggeseran dalam hubungan antara daerah-daerah. Konfigurasi antar daerah inilah yang menjadi kerangka sejarah Indonesia sebagai kesatuan. Sementara itu tidak boleh diabaikan kekuatan-kekuatan historis yang datang dari luar sebagai akibat dari rantai hubunmgan komersial selama periode V. O. C. dan kemudian perluasan kekuasaan Hindia Belanda yang berpusat di Batavia. Apabila kita melihat darerah perdagangan budak sebagai suatu unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari hubungan komersial pada jamannya. Begitu juga apabila dilihat raksi-reaksi yang muncul berupa perlawanan yang dilakukan kerajaan Klungkung baik pada waktu Perang Kusamba tahun 1849 maupun Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari sejarah Indonesia sebagai unit.
Sesuai dengan perspektif Indonesiasentris yang muncul, terutama hendak menempatkan peranan bangsa Indonesia sendiri sebagai fokus proses sejarah, maka peranan kerajaan Klungkung selama 222 tahun beserta rangkaian historis yang melekat padanya tidak bisa diabaikan dari konteks sejarah Indonesia. Dapat dikatakan bahwa pada tingkat lokal seperti di Klungkung praktek politik kolonial tampak dengan jelas. Dinamika interen kerajaan Klungkung tampak jelas dalam sikapknya yang reaktip dan selektip dengan perlawanan yang dilakukan terhadap praktek - praktek politik kolonial Belanda. Dalam hubungan ini persoalan yang menarik ialah bagaimana kesatuan sosio-kultural kerajaan Klungkung mempertahankan dirinya dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar, kolonialisme Belanda.

Dengan pendekatan struktural dapat diungkapkan bahwa sebelum periode kolonial, kerajaan Klungkung memiliki sistem sosio-kulturalnya sendiri yang banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu dan tradisi Majapahit. Sedangkan selama periode kolonial yang ditandai oleh hubungan-hubungan dan intervensi kekuasaan kolonial yang semakin intensif, maka sejarah Klungkung berfokus pada aktivitas perlawanan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme .

Sebagai sebuah kerajaan secara struktur tampak unsur-unsur yang saling mengait di dalamnya. Hubungan antara kepemimpinan raja, Dewa Agung sebagai penjelmaan Wisnu [ gusti ] dengan rakyat [ kaula ] atau bagawanta [ surya ] dengan raja dan rakyatnya [ sisya ]. Stratifikasi sosial yang dipengaruhi oleh Hinduisme dengan pembagian yang mirip dengan kasta-kasta di India. Tradisi-tradisi kerajaan seperti ;tawan karang, mesatia, penobatan raja, hubungan dengan kerajaan-kerajaan laiannya, kerja sama antara kerajaan-kerajaan Bali dalam menghadapi musuh dari luar, hubungan kerajaan Klungkung dengan pemerintah Hindia Belanda . Tradisi -tradisi Majapahit seperti pusaka-pusaka keraton seperti keris dan tombak, asal usul keturunan raja bersal dari Majapahit.
Masayarakat kerajaan tradisional di Klungkung ternyata memperlihatkan cirri-ciri masyarakat yang bertingkat-tingkat sesuai dengan golongan-golongan yang ada. Golongan sebagai unsure justru memperlihatkan saling terkaitnya antara golongan dalam pelbagai bidang kehidupan dan secara bersama-sama membentuk satu struktur. Dalam situasi sosio-kultural seperti inilah kelompok elite yang memimpin tumbuh dan dibesarkan serta berpengaruh di masyarakat. Pengaruh yang sangat kuat tampak jelas dalam peran yang dimainkan oleh elite politik dan religius senantiasa bias dikembalikan pada golongan brahmana. Raja-raja yang memerintah sampai raja terakhir yaitu Dewa Agung Jambe dengan para kerabatnya yang memegang kekuasaan disatu pihak dan Bagawanta dipihak lain memiliki posisi sentral dalam pemerintahan di Klungkung, Posisi sentral kelompok pemimpin ini diperkuat lagi dengan adanya bentuk-bentuk kepercayaan yang bersifat magis. Kepercayaan terhadap kekuatan magis dan kitos tentang tokoh pemimpin terutama sangat menonjol sekitar pribadi raja, Dewa Agung, yang dianggap sebagai penjelmaan Wisnu. Benda-benda pusaka seperti keris, tombak dan meriam I Seliksik memegang peranan penting dalam menamhbah kewibawaan raja, yang memerintah.
Cara bertahan dan melawan kerajaan Klungkung terutama terhadap ekspedisi-ekspedisi militer Belanda tidak bias dicari dalam kondisi fisiknya saja, tetapi harus dicari juga dalam kondisi non fisik yang meliputi ideology dan system kepercayaan, kondisi politik, ekonomi dan social budaya kerajaan, kepemimpinan, pengerahan laskar dan sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut saling kait mengait dan telah mematangkan situasi untuk kemudian meletus menjadi perlawanan yang amat spontan.
Kondisi politik yang telah mematangkan situasi perlawanan ialah usaha-usaha untuk mengurangi9 dan menyerahkan kedaulatan kerajaan Klungkung ke dalam wilayah Hindia Belanda, seperti perjanjian tahun 1841 yang disodorkan oleh Gubernemen Belanda kepada Dewa Agung di Klungkung. Dua Tahun kemudian yaitu pada tanggal 24 Mei 1843 diadakan perjanjian penghapusan tradisi tawan karang kerajaan Klungkung. Perjanjian ini telah menimbulkan rasa tidak senang dikalangan pejabat kerajaan seperti Dewa Agung Istri Balemas, Dewa Ketut Agung, Anak Agung Made Sangging dan pengikutnya. Ditambah dengan sebab-sebab lainnya seperti perampasan dua buah kapal yang kandas di Bandar Batulahak (Kusamba)keterlibatan laskar Klungkung dalam perang antara Buleleng dengan Militer Belanda di Jagaraga Tahun 1848 - 1849 mempertajam permusuhan antara pihak Belanda dengan pihak kerajaan Klungkung. Permusuhan dan rasa tidak puas Dewa Agung Istri Balemas memuncak, dan akhirnya meletus menjadi perang terbuka yaitu perang Kusamba Tahun 1849. Pada perang itulah Jendral Michiels tewas sebagai pimpinan ekspedisi militer Belanda.
Yang menarik dari peristiwa perang Kusamba menurut sumber penulis Belanda ialah munculnya tokoh wanita yaitu Dewa Agung Istri Balemas sebagai seorang sebagai seorang wanita yang sangat benci dan menentang intervensi Belanda dan ia dianggap pemimpin golongan yang senantiasa menggagalkan perjanjian perdamaian dengan pihak Belanda. Beberapa wanita di daerah-daerah lainnya di Nusantara yang termasuk yang termasuk tipe wanita seperti Dewa Agung Istri Balemas yang menarik perhatian penulis Belanda justru karena mereka melawan, menentang Belanda dapat disebutkan seperti Cut Nyak Dien dan Cut Meutia di Aceh, R A Nyai Ageng Serang di Jawa Tengah dan Martha Christina Tiahahu di Maluku.
Diawal Abad ke - 20 disodorkan lagi perjanjian tentang Tapal Batas antara Kerajaan Gianyar dengan Kerajaan Klungkung, tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1902. Setelah penandatanganan perjanjian Tapal Batas timbul perselisihan antara kerajaan Klungkung dengan Gubernemen mengenai Daerah Abeansemal, Vasal Kerajaan Klungkung yang berada di daerah kerajaan Gianyar. Dukungan raja Klungkung terhadap meletusnya perang Puputan di kerajaan Badung Tahun 1906 ditambah lagi menandatangani perjanjian tanggal 17 Oktober 1906 tentang kedaulatan Gubernemen atas kerajaan Klungkung menambah rasa benci dikalangan pembesar-pembesar kerajaan seperti Cokorda Gelgel dan Dewa Agung Smarabawa yang sejak semula menolak menandatangani kontrak politik itu. Perjanjian yang disebut terakhir ini telah menurunkan status kenegaraan dan politik kerajaan Klungkung sebagai sesuhunan raja-raja Bali. Hal ini memperkuat sikap menentang Dewa Agung dan kalangan pembesar kerajaan yang memuncak pada perlawanan Puputan Klungkung tahun 1908. Perjanjian ini menunjukkan bahwa intervensi Belanda makin kentara dirasakan oleh I Dewa Agung dan pembesar kerajaan. Pengurangan pemasukan bagi kas kerajaan dan pembatasanhak berniaga kerajaan dirasakan sangat merugikan kerajaan.
Kondisi social budaya tampak makin goyahnya nilai-nilai tradisi karena makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Penghapusan adat mesatia di kerajaan Klungkung pada tahun 1904 merupakan bukti makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Dewa Agung dan pembesar dan pembesar kerajaan Klungkung timbul rasa khawatir akan punahnya nilai-nilai kehidupan tradisional mereka. Dalam hal ini ikatan tradisional dalam bentuk ketaatan terhadap atasan (kawula Gusti) merupakan factor kuat bagi terlaksanannya ajakan untuk menentang dan melawan.
Sistem kepercayaan yang sangat dipengaruhi oleh agama Hindu ternyata memegang peranan penting dan telah mewarnai tindakan perlawanan baik perang Kusamba maupun Puputan Klungkung. Kepercayaan terhadap karmapala mendorong para pengikut.


Keadaan geografis
Kabupaten Klungkung merupakan Kabupaten yang paling kecil dari 9 (sembilan) Kabupaten dan Kodya di Bali, terletak diantara 115 ° 27 ' - 37 '' 8 ° 49 ' 00 ''. Lintang Selatan dengan batas-batas disebelah utara Kabupaten Bangli. Sebelah Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kabupaten Gianyar, dan sebelah Selatan Samudra India, dengan luas : 315 Km ².
Wilayah Kabupaten Klungkung sepertiganya ( 112,16 Km ²) terletak diantara pulau Bali dan dua pertiganya ( 202,84 Km ² lagi merupakan kepulauan yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
Menurut penggunaan lahan di Kabupaten Klungkung terdiri dari lahan sawah 4.013 hektar, lahan kering 9.631 hektar, hutan negara 202 hektar, perkebunan 10.060 hektar dan lain-lain 7.594 hektar.
Kabupaten Klungkung merupakan dataran pantai sehingga potensi perikanan laut.Panjang pantainya sekitar 90 Km yang terdapat di Klungkung daratan 20 Km dan Kepulauan Nusa Penida 70 Km.
Permukaan tanah pada umumnya tidak rata, bergelombangbahkan sebagian besar berupa bukit-bukit terjal yang kering dan tandus.Hanya sebagian kecil saja merupakan dataran rendah.Tingkat kemiringan tanah diatas 40 % (terjal) adalah seluas 16,47 Km2 atau 5,32 % dari Kabupaten Klungkung.
Bukit dan gunung tertinggi bernama Gunung Mundi yang terletak di Kecamatan Nusa Penida.
Sumber air adalah mata air dan sungai hanya terdapat di wilayah daratan Kabupaten Klungkung yang mengalir sepanjang tahun. Sedangkan di Kecamatan Nusa Penida sama sekali tidak ada sungai.Sumber air di Kecamatan Nusa Penida dalah mata air da air hujan yang ditampung dalam cubang oleh penduduk setempat.
Kabupaten Klungkung termasuk beriklim tropis .Bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering antara Kecamatan Nusa Penida dan Kabupaten Klungkung daratan sangat berbeda.
Kecamatan Klungkung
Kecamatan Klungkung merupakan kecamatan terkecil dari 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas disebelah Utara Kabupaten Karangasem, sebelah Timur Kecamatan Dawan, sebelah Barat Kecamatan Banjarangkan dan sebelah Selatan dengan Selat Badung, dengan luas 2.095 Ha, secara persis semua terletak di daerah daratan pulau Bali.
Kecamatan Banjarangkan
Kecamatan Banjarangkan merupakan Kecamatan yang terletak paling Barat dari 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas, sebelah Utara Kabupaten Bangli, sebelah Timur Kecamatan Klungkung, sebelah Barat Kabupaten Gianyar dan sebelah Selatan Selat Badung, dengan luas 45,73 Km ²
Secara administrasi Kecamatan Banjarangkan terdiri dari 13 Desa, 55 dusun, 26 Desa Adat, dalam usaha untuk memajukan perekonomian di wilayah ini telah didukung dengan beberapa sarana seperti, pasar umum, koperasi, KUD, dan bank, RPD yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memajukan perekonomian desa.
Kecamatan Dawan
Kecamatan Dawan merupakan Kecamatan yang terletak paling Timur dari 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung dengan batas-batas, sebelah Utara dan Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kecamatan Klungkung dan sebelah Selatan Samudra Hindia dengan luas 37,38 Km ². Menurut penggunaannya luas wilayah Kecamatan Dawan terdiri 16,21 % lahan sawah, 17,26 % lahan tegalan, 35,50 % lahan perkebunan, 6,93 % lahan pekarangan 0,21 % kuburan dan lainnya 23,89 %.
Kecamatan Nusa Penida
Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau Nusa Penida, Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa Dinas, Dengan Jumlah Penduduk 46,749 Jiwa (8.543 KK). Pulau Nusa Penida bisa ditempuh dari empat tempat yaitu lewat Benoa dengan menumpang Quiksilver/Balihai ditempuh +1 jam perjalanan, lewat Sanur dengan menumpang perahu jarak tempuh + 1,5 Jam perjalanan. Lewat Kusamba dengan menumpang Jukung jerak tempuh +1,5 jam perjalanan. sedangkan kalau lewat Padangbai dengan menumpang Kapal Boat yang jarak tempuh + 1 jam perjalanan.
Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit. Desa - desa pesisir di sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0 - 3 % dari ketinggian lahan 0 - 268 m dpl. Semakin ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang. Demikian juga pulau Lembongan bagian Utara merupakan lahan datar dengan kemiringan 0- 3% dan dibagian Selatan kemiringannya 3-8 %. Sedangkan Pulau Ceningan mempunyai kemiringan lereng bervariasi antara 8-15% dan 15-30% dengan kondisi tanah bergelombang dan berbukit.
Mata pencaharian penduduk adalah pertanian dan sektor perikanan merupakan mata pencaharian utama oleh 6,68% tersebar pada desa-desa pesisir yaitu Suana, Batununggul, Kutampi Kaler, Ped dan Desa Toyapakeh. Di Pulau Lembongan 16,80% penduduk bergerak dibidang perikanan, dan Ceningan 12,88% mengingat kondisi dan topografi daerah maka yang cocok dikembangkan adalah Sektor Pertanian, dan Sektor Pariwisata.

Visi :
"TERWUJUDNYA MASYARAKAT KLUNGKUNG YANG SEJAHTERA, AMAN, DAMAI, BERMARTABAT, BERMORAL DAN BERBUDAYA BERDASARKAN TRI HITA KARANA "
Misi :
  1. Mewujudkan ekonomi wilayah dan ekonomi kerakyatan
  2. Mewujudkan penigkatan pelayanan masyarakat
  3. Mewujudkan peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat
  4. Mewujudkan pelestarian dan pengembangan seni dan budaya
  5. Mewujudkan bakti yoga dan jnana marga serta punia dalam kehidupan keagamaan
  6. Mewujudkan usaha pertanian, industri, kepariwisataan, UKM dan Koperasi
  7. Mewujudkan peningkatan infra struktur dan lingkungan hidup
  8. Mewujudkan reformasi birokrasi pelayanan Public
  9. Mewujudkan peningkatan stabilitas, ketentraman, ketertiban dan penegakan hukum
  10. Mewujudkan Kebersihan Keindahan dan penataan lingkungan pemukiman


    --oo0oo--
LAMBANG DAERAH KABUPATEN
DAERAH TINGKAT II KLUNGKUNG

Sesuai Perda Tentang Lambang Daerah Kabupaten Klungkung
No. 6 Tahun 1992, Tanggal 30 September 1992

BENTUK DAN ARTI LAMBANG DAERAH
Lambang Daerah berbentuk Segi Lima dengan wama dasar biru langit . garis pmggir kuning emas dan didalamnya terdapat lukisan-hikisan serta tuiisan-tulisan tertentu.

Lukisan lukisan dan tulisan tulisan sebagaimana dimaksud (1) di atas merupakan unsur-unsur lambang sebagai berikut:
  1. Pemedal Agung wama Merah dengan sebelas undag dan daun pintu wama kuriirig yang melukiskan kerajaan klungkung dahulu adalah pusat Kerajaan-Kerajaan di Ball yang pemah mengalami masa kejayaan.
  2. Keris luk lima wama putih sebagai sari daripada bunga terataii yang merupakan dasar dari Pemedal Agung berarti jiwa keperwiraan rakyat Klungkung yang didasarkan dengan kcbulatan tekad yang suci megemban pemerintahan.
  3. Bintang kuning dalam sinar aura bersudut dclapan artinya rakyat Klungkung mempunyai toleransi beragama/Ketuhanan Yang Maha Esa yang bersinar ke seluruh penjuru mata angin.
  4. Padi wama kuning berjumlah 28 (dua puluh delapan) bulir, kapas berwama putih dengan kelopak wama hijau sejumlah 8 (delapan) buah adalah kehidupan yang adil dan makmur bagi rakyat Klungkung serta 4 (empat) helai bunga teratai wama kuning yang terletak diantara padi dan kapas sekaligus merupakan catatan Puputan Klungkung pada tanggal 21
    April 1908.
  5. Dharmaning Ksatrya Mahottama yang tertulis dengan huruf berwarna kuning cmas dan dibingkai hitam pada pita putih dengan Motto Daerah yang melambangkan keperkasaan rakyat Klungkung dalam menjalankan dharmanya untuk mensukseskan pembangunan
  6. Klungkung yang ditulis diatas motto daerah dengan huruf berwama hitam pada kotak putih melambangkan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung.
ARTI WARNA PADA LAMBANG DAERAH
  1. wama dasar biru langit mengandung arti ketetapan hati/kesungguhan hati.
  2. Wama merah mengandung arti kesatria.
  3. Warna putih mengandung arti kesucian.
  4. Wama hijau mengandung arti kemakmuran
  5. Wama kuning emas mengandung arti kejayaan.
  6. Wama hitam mengandung arti keteguhan.
  7. Warna kuning mengandung arti ketulusan hati.

untuk info lebih lanjut silankan hubungi : http://www.klungkungkab.go.id

Kamis, 13 Oktober 2011

Kabupaten Karangasem

Sejarah Kabupaten Karangasem dan Kota Amlapura


Sejarah Singkat Kabupaten Karangasem
Sebelum tahun 1908 Kabupaten Karangasem merupakan wilayah kerajaan di bawah kekuasaan raja-raja. Tercatat raja yang terakhir sampai tahun 1908 adalah Ida Anak Agung Gde Djelantik yang membawahi 21 Punggawa, yaitu Karangasem, Seraya, Bugbug, Ababi, Abang, Culik, Kubu, Tianyar, Pesedahan, Manggis, Antiga, Ulakan, Bebandem, Sibetan, Pesangkan, Selat, Muncan, Rendang, Besakih, Sidemen dan Talibeng.

Setelah Belanda menguasai Karangasem, terhitung mulai tanggai 1 Januari 1909 dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda  tertanggal 28 Desember 1908 No. 22, Kerajaan Karangasem dihapuskan dan dirubah menjadi Gauverments Lanschap Karangasem di bawah Pimpinan I Gusti Gde Djelantik (Anak angkat Raja Ida Anak Agung Gde Djelantik) yang memakai gelar Stedehouder. Jumlah kepunggawaan pada saat itu diciutkan dari 21 menjadi 14, yaitu Karangasem, Bugbug, Ababi, Abang, Kubu, Manggis, Antiga, Bebandem, Sibetan, Pesangkan, Pesangkan Selat, Muncan, Rendang dan Sidemen.

Dengan Keputusan Gubernur Hindia Belanda tertanggal 16 Desember 1921 No. 27 Stbl No. 756 tahun 1921 terhitung mulai tanggal 1 Januari 1922, Gouvernements Lanschap Karangasem dihapuskan, dirubah menjadi daerah otonomi, langsung di bawah Pemerintahan Hindia Belanda, terbentuklah Karangasem Raad yang diketuai oleh Regent I Gusti Agung Bagus Djelantik, yang umum dikenal sebagai Ida Anak Agung Bagus Djelantik, sedangkan sebagai Sekretaris dijabat oleh Controleur Karangasem.
Sebagai Regent Ida Anak Agung Bagus Djelantik masih mempergunakan gelar Stedehouder. Jumlah Punggawa yang sebelumnya berjumlah 14 buah dikurangi lagi sehingga menjadi 8 buah, yaitu : Rendang, Selat, Sidemen, Bebandem, Manggis, Karangasem, Abang, Kubu. Dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda tertanggal 4 September 1928 No. I gelar Stedehouder diganti dengan gelar Ida Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem.

Dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda tertanggal 30 Juni 1938 No. 1 terhitung mulai tanggal 1 Juli 1938 beliau diangkat menjadi Zelfbesteur Karangasem (terbentuknya swapraja). Bersamaan dengan terbentuknya Zelfbesteur Karangasem, terhitung mulai tanggal 1 Juli 1938 terbentuk pulalah Zelfbesteur - Zelfbesteur di seluruh Bali, yaitu Klungkung, Bangli, Gianyar, Badung, Tabanan, Jembrana dan Buleleng, dimana swapraja-swapraja (Zelfbesteur) tersebut tergabung menjadi federasi dalam bentuk Paruman Agung.

Pada atahun 1942 Jepang masuk ke Bali, Paruman Agung diubah menjadi Sutyo Renmei. Pada tahun 1946 setelah Jepang menyerah, Bali menjadi bagian dari Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Swapraja di Bali diubah menjadi Dewan Raja-Raja dengan berkedudukan di Denpasar dan diketuai oleh seorang Raja.

Pada bulan Oktober 1950, Swapraja Karangasem berbentuk Dewan Pemerintahan Karangasem yang diketuai oleh ketua Dewan Pemerintahan Harian yang dijabat oleh Kepala Swapraja (Raja) serta dibantu oleh para anggota Majelis Pemerintah Harian. Pada tahun 1951, istilah Anggota Majelis Pemerintah Harian diganti menjadi Anggota Dewan Pemerintah Karangasem. Berdasarkan UU No. 69 tahun 1958 terhitung mulai tanggal 1 Desember 1958, daerah-daerah swapraja diubah menjadi Daerah Tingkat II Karangasem.


Sejarah Singkat Kota Amlapura

Menurut Pebancangah Babad Dalem, bahwa semenjak bertahta Raja I Dewa Karang Amla, Wilayah Kota Amlapura ini disebut Desa Batuaya. Kemudian tahta berganti sampai masa raja Ida Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem, yang istananya di Puri Amlaraja, pada saat itu sebutan Karangasem sudah dipakai, yang dalam hal ini dikukuhkan oleh Piagam Pura Bukit. Dengan bertahtanya Raja Anak Agung Gde Putu dan Anak Agung Gde Oka, Awig-Awig Desa Batuaya diubah menjadi Awig-Awig Amlapura. Kemudian dibawah pemerintahan Anak Agung Gde Jelantik, sebutan Wilayah Kota Amlapura ini kembali disebut Karangasem sebagai suatu pusat pemerintahan.

Dengan Keputusan Mentri Dalam Negeri (Mendagri) tertanggal  28 November 1970 No. 284 tahun 1970, terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1970, Ibu Kota Karangasem
diubah menjadi Amlapura, kembali sebagai nama Kerajaan Karangasem yang bertahta di Kota Karang Amla (Amla berarti Asem).


Riwayat Singkat Lahirnya Nama Amlapura

Pada saat itu semenjak terjadi penyerahan kekuasaan kerajaan Karangasem dari pemegang tampuk kekuasaan Raja Batuaya kepada pihak Puri Karangasem, merupakan masa peralihan dari sistim kerajan kepada sistem Pemerintahan Republik, dimana wilayah Kota Amlapura sekarang bernama Amlanegantun.
Mula-mula Ibu Kota Karangasem masih berpusat dengan nama Karangasem pula. Mengingat beberapa Kabupaten di Bali sudah memiliki Ibu Kota seperti Buleleng dengan Kota Singaraja - Singa Ambararaja, Jembrana dengan Kota  Negara, Badung dengan Ibu Kota Denpasar, maka dicarilah upaya untuk mencari nama terbaik Ibu Kota Karangasem.

Anak Agung Gde Karang yang menjadi Bupati saat itu berkonsultasi dengan Ketua DPRD Ida Wayan Pidada, hingga menemukan nama Amlepure (Amlapura) yang artinya, Amla berarti buah-buahan, sebagaimana layaknya daerah Karangasem yang memiliki potensi buah-buahan yang sangat beragam, buah apapun yang ada di Bali di Karangasem pun ada. Dari asal nama wilayah Amlanegantun dan sebagai pusat buah-buahan yang beragam, maka lahirlah nama Amlapura (Pura = tempat, Amla = buah).

Nama Amlapura akhirnya diresmikan sebagai Ibu Kota Kabupaten Karangasem  dengan turunnya Kep. Mendagri tanggal 28 Nopember 1970 No. 284 tahun 1970, dan terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1970,  Kota Karangasem sebagai Ibu Kota Dati II diubah menjadi Amlapura, bersamaan dengan  Upacara Pembukaan Selubung Monument Lambang Daerah, oleh Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) XV Bali, sebagai Panji kebanggaan Kabupaten Karangasem di Lapangan Tanah Aron. Dan yang menggembirakan saat itu Kabupaten Karangasem menerima penghargaan Sertifikat dan Tropy Patung dan hadiah berupa uang Rp. 200,00 sebagai Kabupaten Terbersih di Bali. Kini Karangasem pada peringatan hut Kota Amlapura ke-39 juga menjadi Kota Terbersih tidak hanya se-Propinsi Bali tetapi se-Indonesia dengan meraih Trophy Adipura.

Lambang Daerah diambil dari simbol Gunung Agung yang mengepulkan asap dengan membentuk Pulau Bali dengan Tugu Pahlawan di tengah, dikelilingi padi dan kapas menandakan simbol kemakmuran Gunung Agung dengan Pura Besakih sebagai pusat ritual umat Hindhu serta memiliki sejarah sebagai daerah perjuangan, murah sandang pangan, gemah ripah loh jinawi berkat lahar Gunung Agung.
Sedangkan garis merah merupakan simbol Karangasem ngemong Pura Kiduling Kreteg di Besakih.
 


Kepala Daerah dari masa ke masa

Para pejabat yang pernah memegang jabatan sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karangasem / Bupati dan Wakil Bupati Karangasem, yaitu :

Anak Agung Gde Jelantik ( 1951 – 1960 )
I Gusti Lanang Rai ( 1960 – 1967 )
Anak Agung Gde Karang ( 1967 – 1979 )
Letkol Pol I Gusti Nyoman Yudana ( 1979 – 1989 )
Kolonel Pol. I Ketut Mertha, Sm.Ik. S.sos ( 1989 – 1999 )
Drs. I Gede Sumantara Adi Prenatha dan Drs. I Gusti Putu Widjera ( 1999 – 2005 )
I Wayan Geredeg, S.H. dan Drs. I Gusti Lanang Rai, M. Si. ( 2005 – 2010 )
I Wayan Geredeg, S.H. dan I Nengah Sukerena, S.H. (2010 - 2015)

info lebih lanjut hubungi : 
http://www.karangasemkab.go.id


 


Kabupaten Bangli

Sejarah Bangli

Menurut Prasasti Pura Kehen kini tersimpan di Pura Kehen, diceritakan bahwa pada zaman silam didesa Bangli berkembang wabah penyakit yang disebut kegeringan yang menyebabkan banyak penduduk meninggal.Penduduk lainnya yang masih hidup dan sehat menjadi ketakutan setengah mati,sehinnga mereka berbondong-bondong meninggalkan desa guna menghindari wabah tersebut. Akibatnya Desa Bangli menjadi kosong karena tidak ada seorangpun yang berani tinggal disana.
              Raja Ida Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana yang bertahta kala itu dengan segala upaya berusaha mengatasi wabah tersebut. Setelah keadaan pulih kembali sang raja yang kala itu bertahta pada tahun Caka 1126, tanggal 10 tahun Paro Terang,hari pasaran Maula,Kliwon,Chandra (senin), Wuku Klurut tepatnya tanggal 10 Mei 1204,memerintahkan kepada putra-putrinya yang bernama Dhana Dewi Ketu agar mengajak penduduk ke Desa Bangli guna bersama-sama membangun memperbaiki rumahnya masing-masing sekaligus menyelenggarakan upacara/yadnya pada bulan Kasa, Karo, katiga, Kapat, Kalima, Kalima, Kanem, Kapitu, kaulu, Kasanga, Kadasa, Yjahstha dan Sadha. Disamping itu beliau memerintahkan kepada seluruh pendududk agar agar menambah keturunan di wilayah Pura Loka Serana di Desa Bangli dan mengijinkan membabat hutan untuk membuat sawah dan saluran air. Untuk itu pada setiap upacara besar penduduk yang ada di Desa Bangli harus sembahyang.
Pada saat itu juga, tanggal 10 Mei 1204, Raja Idha Bhatara Guru Sri Adikunti Katana mengucapkan pemastu yaitu:
 “Barang siapa yang tidak tunduk dan melanggar perintah, semoga orang itu disambar petir tanpa hujan atau mendadak jatuh dari titian tanpa sebab, mata buta tanpa catok, setelah mati arwahnya disiksa oleh Yamabala, dilempar dari langit turun jatuh ke dalam api neraka”.
 Bertitik tolak dari titah-titah Sang Raya yang dikeluarkan pada tanggal 10 Mei 1204, maka pada tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Bangli.

Geografi

              Kabupaten Bangli terletak diantara 1150 13’ 48” sampai 1150 27’ 24” Bujur Timur dan 80 8’ 30” sampai 8 31’ 87” Lintang Selatan. Posisinya berada ditengah-tengah Pulau Bali, sehingga merupakan satu-satunya Kabupaten yang tidak memiliki pantai/ laut.
              Luas wilayah Kabupaten Bangli sebesar 520,81 Km2 atau 9,25% dari luas wilayah Propinsi Bali. Ketinggian dari permukaan laut antara 100 – 2.152 m sehingga tanaman apa saja bias tumbuh didaerah ini. Secara fisik dibagian selatan merupakan daerah dataran rendah dan bagian utara merupakan pegunungan. Puncak tertinggi adalah Puncak Penulisan, terdapat Gunung Batur dengan kepundannya Danau Batur yang memiliki luas sekitar 1.067,50 Ha. Jarak dari Ibukota kabupaten ke Ibukota Popinsi sekitar 40 Km.
              Bila dilihat dari penggunaan tanahnya, dari luas wilayah yang ada sekita 2.890 Ha merupakan lahan sawah, 29.087 Ha merupakan lahan kering, 9,341 Ha merupakan hutan Negara, 7.719 Ha merupakan tanah perkebunan dan sisanya seluas 3.044 Ha merupakan lahan lain-lain (jalan, sungai dan lain-lain).
              Kabupaten Bangli sebagian besar daerahnya merupakan dataran tinggi, hal ini berpengaruh terhadap keadaan iklim di wilayah ini. Keadaan iklim dan perputaran atau pertemuan arus udara yang disebabkan karena adanya pegunungan didaerah ini yang menyebabkan surah hujan didaerah ini tahun 2008 relatif tinggi. Hal ini terjadi pada bulan-bulan Januari, Maret, April dan Desember.

Kependudukan

Jumlah dan Kepadatan Penduduk
              Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Bangli sebanyak 192.681 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 1990-2000 sebesar 0,92% per tahun. Sedangkan dari hasil registrasi penduduk keadaan akhir tahun 2008 penduduk Kabupaten Bangli tercatat jumlahnya 213.808 jiwa dengan laju pertumbuhan untuk tahun 2000-2008 sebesar 0,41%, dengan kepadatan rata-rata 411 jiwa/km2, sex rationya adalah 99,50.

Mutasi Penduduk
              Mutasi penduduk disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan baik yang masuk maupun yang keluar wilayah. Berdasarkan data registrasi penduduk Kabupaten Bangli tahun 2008 tercatat jumlah kelahiran sebanyak 2.140 orang, kematian sebanyak 1.285 orang. Sedangkan penduduk yang masuk ke Kabupaten Bangli sebanyak 963 orang dan yang keluar dari Kabupaten Bangli sebanyak 936 orang.

Pemerintahan

Secara administratif Kabupaten Bangli terbagi menjadi empat daerah kecamatan yaitu Kecamatan Kintamani, Kecamatan Tembuku, Kecamatan Susut dan Kecamatan Bangli. Mempunyai 72 Desa/kelurahan dengan 332 banjar dinas/lingkungan. Dari 72  desa/kelurahan tersebut sebanyak 48 desa/kelurahan berada di Kecamatan Kintamani Selain desa/kelurahan administratif terdapat juga desa pekraman sebanyak 159 buah yang merupakan lembaga tradisional yang memiliki hak otonomi dalam menjalankan pemerintahannya.
              Berdasarkan kriteria desa perkotaan (urban) dan desa perdesaan (rural), di Kabupaten Bangli terdapat 4 desa perkotaan dan sisanya 68 desa merupakan desa perdesaan. Dengan demikian setiap program pembangunan yang diarahkan ke tingkat desa nantinya diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan selanjutnya dapat meningkatkan status desa yang bersangkutan dari perdesaan menjadi perkotaan seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan ketersediaan infrastruktur  di desa bersangkutan. 


Info lebih lanjut silakan hubungi : 

Pemerintah Kabupaten Bangli`

Alamat:
Jl. Brigjen Ngurah Rai No. 30
Bangli
Bali
80613
Indonesia

Email: info@banglikab.go.idAlamat Email ini telah diproteksi dari spam bots, anda harus mengaktifkan JavaScript untuk melihatnya.
Telephone: +6236691032
Fax: +6236692739

Selasa, 11 Oktober 2011

Kabupaten Buleleng

Sejarah Terjadinya Kabupaten Buleleng

Tersebutlah Istana Gelgel pada sekitar tahun 1568 dalam suasana tenang, dimana Raja Sri Aji Dalem Sigening menitahkan putranda Ki Barak Sakti, supaya kembali ketempat tumpah darah Bundanya di Den Bukit (Bali Utara). Ki Barak Panji bersama Bunda Sri Luh Pasek, setelah memohon diri kehadapan Sri Aji Dalem lalu berangkat menuju Den Bukit diantar oleh empat puluh orang pengiring Baginda yang dipelopori oleh Ki Kadosot.
Perjalanan mereka memasuki hutan lebat sangat mengerikan, udara yang sangat dingin menggigilkan, menembus celah-celah bukit, mendaki Gunung-gunung meninggi, menuruni jurang-jurang curam, dan akhirnya mereka tiba pada suatu tempat yang agak mendatar. Pada tempat itulah mereka melepaskan lelah seraya membuka bungkusan bekal mereka. Sekali mereka makan ketupat, mereka sembahyang, kemudian mereka diperciki air/tirta oleh Sri Luh Pasek, demi keselamatan perjalanannya, belakangan tempat itu diberi nama “YEH KETIPAT”. Rombongan Ki Barak Panji telah tiba di Desa Gendis/Panji dengan selamat.
Tersebutlah Ki Pungakan Gendis, pemimpin desa yang sekali-kali tiada menghiraukan keluh kesah para penduduknya. Ia memerintah hanya semata-mata untuk memenuhi nafsu buruknya, kesenangannya hanyalah bermain judi, terutama sabungan ayam. Oleh karena demikian sikap pemimpin Desa Gendis itu, maka makin lama makin dibenci rakyatnya, dan pada saat terjadi peperangan, ia dibunuh oleh Ki Barak Panji.
Desa Gendis di perintah oleh Ki Barak Panji, seorang pemimpin yang gagah berani, adil dan bijaksana. Ki Barak Panji mendengar adanya kapal layer Tionghoa terdampar, kemudian timbullah rasa belas kasihan untuk menolong pemilik kapal tersebut. Baginda bersama-sama dengan Ki Dumpyung dan Ki Kadosot dapat membantu menyelamatkan kapal layer yang terdampar itu di pantai segara penimbangan. Setelah bantuannya berhasil, baginda mendapat hadiah seluruh isi kapal tersebut berupa barang-barang tembikar seperti piring, mangkok, dan uang kepeng yang jumlahnya sangat besar.
Kepemimpinan Ki Barak Panji makin lama makin terkenal, beliau selalu memperhatikan keadaan rakyatnya, mengadakan pembangunan di segala bidang baik fisik maupun spiritual. Oleh karena demikian maka sekalian penduduk Desa Gendis dan Sekitarnya, secara bulat mendaulat Baginda supaya menjadi Raja, yang kemudian dinobatkan dengan gelar “Ki Gusti Ngurah Panji Sakti”.
Untuk mencari tempat yang agak datar, maka Kota Gendis serta Kahyangan Pura Bale Agung-nya di pindahkan ke Utara Desa Panji. Pada tempat yang baru inilah Baginda mendirikan istana lengkap dengan Kahyangan Pura Bale Agungnya. Guna memenuhi kepentingan masyarakat desanya untuk menghantar persembahyangan di dalam pura maupun upacara di luar pura, serta untuk hiburan-hiburan lainnya, maka Baginda membuat seperangkat gamelan gong yang masing-masing di beri nama sebagai berikut :
  • · Dua buah gongnya di beri nama Bentar Kedaton
  • · Sebuah bendennya di beri nama Ki Gagak Ora
  • · Sebuah keniknya bernama Ki Tudung Musuh
  • · Teropong bernama Glagah Ketunon
  • · Gendangnya bernama Gelap Kesanga
  • · Keseluruhannya bernama “ Juruh Satukad”.
Karna perbawa dan keunggulan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, maka Kyai Alit Mandala, lurah kawasan Bondalem tunduk kepada Baginda. Kemudian atas kebijaksanaanya maka Kyai Alit Mandala, diangkat kembali menjadi lurah yang memerintah di kawasan Bondalem, Buleleng Bagian Timur.
Pada sekitar tahun 1584 Masehi, untuk mencari tempat yang lebih strategis maka Kota Panji dipindahkan kesebelah Utara Desa Sangket. Pada tempat yang baru inilah Baginda selalu bersuka ria bersama rakyatnya sambil membangun dan kemudian tempat yang baru ini di beri nama “ SUKASADA” yang artinya slalu Besruka Ria.selanjutnya di ceritakan berkat keunggulan Ki Gusti Panji Sakti, maka Kyai Sasangka Adri, Lurah kawasan Tebu Salah (Buleleng Barat) tunduk kepada baginda. Lalu atas kebijaksanaan beliau maka Kyai Sasangka Adri diangkat kembali menjadi Lurah di kawasan Bali Utara Bagian Barat.
Untuk lebih memperkuat dalam memepertahankan daerahnya, Ki Gusti Ngurah Panji Sakti segera membentuk pasukan yang di sebut “Truna Goak” di Desa Panji. Pasukan ini dibentuk dengan jalan memperpolitik seni permainan burung gagak, yang dalam Bahasa Bali disebut “Magoak-goakan”. Dari permainan ini akhirnya terbentuknya pasukan Truna Goak yang berjumlah 2000 orang, yang terdiri dari para pemuda perwira berbadan tegap, tangkas, serta memiliki moral yang tinggi di bawah pimpinan perang yang bernama Ki Gusti Tamblang Sampun dan di wakili oleh Ki Gusti Made Batan.
Ki Gusti Ngurah Panji Sakti beserta putra-putra Baginda dan perwira lainnya, memimpin pasukan Truna Goak yang semuanya siap bertempur berangkat menuju daerah Blambang. Dalam pertempuran ini Raja Blambangan gugur di medan perang dengan demikian kerajaan Blambangan dengan seluruh penduduknya tunduk pada Raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Berita kemenangan ini segera di dengar oleh Raja Mataram Sri Dalem Solo dan kemudian beliau menghadiahkan seekor gajah dengan 3 orang pengembalanya kepada Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Menundukkan kerajaan Blambangan harus ditebus dengan kehilangan seorang putra Baginda bernama Ki Gusti Ngurah Panji Nyoman, hal mana mengakibatkan Baginda Raja selalu nampak bermuram durjan. Hanya berkat nasehat-nasehat Pandita Purohito, akhirnya kesedihan Baginda dapat terlupakan dan kemudian terkandung maksud untuk membangun istana yang baru di sebelah Utara Sukasada.
Pada sekitar tahun Candrasangkala “Raja Manon Buta Tunggal” atau Candrasangkala 6251 atau sama dengan tahun caka 1526 atau tahun 1604 Masehi, Ki Gusti Ngurah Panji Sakti memerintahkan rakyatnya membabat tanah untuk mendirikan sebuah istana di atas padang rumput alang-alang, yakni lading tempat pengembala ternak, dimana ditemukan orang-orang menanam Buleleng. Pada ladang Buleleng itu Baginda melihat beberapa buah pondok-pondok yang berjejer memanjang. Di sanalah beliau mendirikan istana yang baru, yang menurut perhitungan hari sangat baik pada waktu itu, jatuh pada tanggal “30 Maret 1604”.
Selanjutnya Istana Raja yang baru dibangun itu disebut “SINGARAJA” karena mengingat bahwa keperwiraan Raja Ki Gusti Ngurah Pnji Sakti tak ubahnya seperti Singa.
Demikianlah hari lahirnya Kota Singaraja pada tanggal 30 Maret 1604 yang bersumber pada sejarah Ki Gusti Ngurah Panji Sakti, sedangkan nama Buleleng adalah nama asli jagung gambal atau jagung gambah yang banyak ditanam oleh penduduk pada waktu itu.
Pengartian Arti Lambang

Ditetapkan dengan Perda Kabupaten Buleleng, tanggal 25 April 1968 Nomor : 11/DPRD-GR/PER/29 dan disahkan oleh Mendagri dengan Surat Keputusan tanggal 19 November 1968 No. Pemda 10/29/35-323 .
DALAM ARTI NASIONAL
Bangunan Tugu atau Yupa berdasarkan segi lima : melambangkan dasar falsafah Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila. Singa Ambara, bersayap tujuh belas helai : melambangkan tanggal atau hari Proklamasi yaitu tanggal 17. Buleleng atau jagung dengan daun delapan helai : melambangkan bulan yang ke delapan yaitu Agustus.
Butir-butir Buleleng atau Jagung Gembal berjumlah empat puluh lima butir : melambangkan tahun Proklamasi yaitu tahun 1945. Dari No. 1 sampai 4 jika dirangkaikan melambangkan jiwa proklamasi 17 Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila.
DALAM ARTI DAERAH
  1. Yupa Padmasana yang berbentuk segi lima : melambangkan falsafah negara RI yaitu Pancasila.
  2. Arca Singa-Raja yang bersayap : sebagai lambang nama kota Daerah Kabupaten Buleleng yang terbentang dari Timur ke Barat
  3. Buleleng atau Jagung Gembal yang dipegang tangan kanan singa itu : melambangkan nama Daerah Kabupaten yaitu : Buleleng yang dipegang oleh Kota Singaraja.
  4. Moto “Singa Ambara Raja” : melambangkan kelincahan dan semangat kepahlawanan rakyat Buleleng.
  5. Sembilan helai Kelopak Bunga Teratai : melambangkan sembilan kecamatan yang ada di Daerah Tingkat II Buleleng.
  6. Tiga Ekor Gajah Mina : melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, dan kepandaian rakyat Buleleng.
  7. Tiga buah permata yang memancar berkilau-kilauan : melambangkan kewaspadaan dan kesiap siagaan rakyat Buleleng.
  8. Jumlah bulu sayap yang besar dan yang kecil tiga puluh helai yaitu : sayap jajaran yang pertama banyaknya 5 helai, kedua banyaknya 7 helai, ketiga banyaknya 8 helai dan sayap jajaran yang keempat banyaknya 10 helai. Melambangkan tanggal atau hari lahirnya kota Singaraja.
  9. Tiga puluh tulang pemegang bulu sayap : melambangkan bulan yang ketiga atau bulan Maret yaitu bulan lahirnya kota singaraja.
  10. Rambut, bulu gembal, bulu ekor Singa yang panjang-panjang jumlah seribu enam ratus empat helai : melambangkan tahun lahirnya kota Singaraja.
  11. Dari No. 8 sampai 10 jika dirangkaikan melambangkan tanggal 30 Maret 1604 hari lahirnya Kota Singaraja.
  12. Lambang Daerah Kabupaten Buleleng dalam bentuk Panji mempergunakan dasar warna biru cemerlang. Melambangkan warna pikiran yang taat, cinta dan berbakti ke hadapan Ida Sang hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa.
  13. Singa Ambara atau Singa Bersayap berwarna merah hidup : melambangkan warna pikiran yang bersemangat dalam keperwiraan.
  14. Warna putih bersih : merupakan simbul hati nurani yang sangat bersih dan jujur.
  15. Warna hitam adalah : lambang kemarahan dan siap maju bila diganggu.
Motto Singa Ambara Raja:
MELAMBANGKAN KELINCAHAN DAN SEMANGAT KEPAHLAWANAN RAKYAT KABUPATEN BULELENG
Cuman ini saja yang bisa saya terangkan tentang kabupaten buleleng. Info lebih lanjut silakan hubungi :
Alamat:
Jl. Pahlawan No 1 Singaraja

E-mail: kominfo@bulelengkab.go.id
Telepon: (0362) 21146
Faks: (0362) 21146

http://kominfo.bulelengkab.go.id