SEJARAH KLUNGKUNG
Pengungkapan sejarah Klungkung dalam periode tertentu yaitu dari smarapura
Sampai Puputan Klungkung , berlangsung selama 222 tahun diharapkan dapat
membuka bidang penelitian dan penulisan sejarah lokal Indonesia. Kerajaan
Klungkung berdiri bersamaan dengan dibangunnya kroton Smarapura tahun
1686
Dan diakhiri dengan Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai Kerajaan terakhir
di Bali yang melakukan perlawanan dengan cara puputan dalam mempertahankan
eksistensinya sebagai kerajaan yang merdeka terhadap meluasnya praktek
politik kolonial Belanda di Nusantara. Dengan mengungkap sejarah Klungkung
secara perosesual dan secara struktural maka kerangka sejarah lokal di
indonesia akan makin tampak variasinya disetiap lokal. Tiap - tiap lokal
memiliki cara - caranya sendiri untuk membangun kerajaannya dan kemudian
mengadakan perlawanan terhadap kolonialisme di Indonesia.
Beberapa permasalahan yang telah diajukan pada bab pendahuluan perlu
diberikan kerangka pemecahan. Pengungkapan masalah-masalah proses berdirinya
kerajaan Klungkung, struktur pemerintahan kerajaan, hubungan kerajaan
Klungkung terhadap kolonialisme Belanda, semuanya bertuijuan ingin memahami
sikap para pelaku sejarah kerajaan atau dinamika intern kerajaan Klungkung
pada jamannya. Di situ tampak juga sikap- sikap yang reaktip dan selektip
pada jamannya. Ia akan terikat kepada tiga dimensi waktu yaitu waktu lampau,
waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.
Dua makna dapat dipetik dari pengungkapan sejarah Klungkung dalam kesimpulan
ini dan sekaligus dimaksud untuk memberi pemecahannya, yaitu sejarah Klungkung
dalam kerangka sejarah Indonesia, dan sejarah Klungkung adalah satu bentuk
kepribadian bangsa Indonesia. Makna pertama menitik beratkan kepada dimensi
waktu lampau untuk memetik niali-nilai historis dalam konteks sejarah
Indonesia. Sedangkan makna ke dua lebih menekankan pada dimensi waktu
sekarang dan yang akan datang untuk memetik nilai-nilai di dalam sejarah
Klungkung terutama nilai puputan sebagai satu bentuk kepribadian bangsa
Indonesia yang bermanfaat dalam mengisi kemerdekaan dengan segala aktivis
yang dilancarkan seperti pembangunan danmodernisasi itu sendiri. Oleh
karena pembangunan dan modernisasi yang diterapkan senantiasa mempunyai
implikasi etis, maka perlu dikembangkan pembangunan dan modernisasi yang
berwajah manusiawi. Salah satu nilai manusiawi atau kepribadian nasional
dapat digaliu dari sejarah daerahnya.
Sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indoneia.
Wilayah Indonesia tidak merupakan konteks historis yang statis. Sebagai
rangkaian hubungan-hubungan menunjukkan dinamika yang disebabkan oleh
penggeseran dalam hubungan antara daerah-daerah. Konfigurasi antar daerah
inilah yang menjadi kerangka sejarah Indonesia sebagai kesatuan. Sementara
itu tidak boleh diabaikan kekuatan-kekuatan historis yang datang dari
luar sebagai akibat dari rantai hubunmgan komersial selama periode V.
O. C. dan kemudian perluasan kekuasaan Hindia Belanda yang berpusat di
Batavia. Apabila kita melihat darerah perdagangan budak sebagai suatu
unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari
hubungan komersial pada jamannya. Begitu juga apabila dilihat raksi-reaksi
yang muncul berupa perlawanan yang dilakukan kerajaan Klungkung baik pada
waktu Perang Kusamba tahun 1849 maupun Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai
unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari
sejarah Indonesia sebagai unit.
Sesuai dengan perspektif Indonesiasentris yang muncul, terutama hendak
menempatkan peranan bangsa Indonesia sendiri sebagai fokus proses sejarah,
maka peranan kerajaan Klungkung selama 222 tahun beserta rangkaian historis
yang melekat padanya tidak bisa diabaikan dari konteks sejarah Indonesia.
Dapat dikatakan bahwa pada tingkat lokal seperti di Klungkung praktek
politik kolonial tampak dengan jelas. Dinamika interen kerajaan Klungkung
tampak jelas dalam sikapknya yang reaktip dan selektip dengan perlawanan
yang dilakukan terhadap praktek - praktek politik kolonial Belanda. Dalam
hubungan ini persoalan yang menarik ialah bagaimana kesatuan sosio-kultural
kerajaan Klungkung mempertahankan dirinya dalam menghadapi pengaruh-pengaruh
dari luar, kolonialisme Belanda.
Dengan pendekatan struktural dapat diungkapkan bahwa sebelum periode kolonial,
kerajaan Klungkung memiliki sistem sosio-kulturalnya sendiri yang banyak
dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu dan tradisi Majapahit. Sedangkan selama
periode kolonial yang ditandai oleh hubungan-hubungan dan intervensi kekuasaan
kolonial yang semakin intensif, maka sejarah Klungkung berfokus pada aktivitas
perlawanan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme .
Sebagai sebuah kerajaan secara struktur tampak unsur-unsur yang saling
mengait di dalamnya. Hubungan antara kepemimpinan raja, Dewa Agung sebagai
penjelmaan Wisnu [ gusti ] dengan rakyat [ kaula ] atau bagawanta [ surya
] dengan raja dan rakyatnya [ sisya ]. Stratifikasi sosial yang dipengaruhi
oleh Hinduisme dengan pembagian yang mirip dengan kasta-kasta di India.
Tradisi-tradisi kerajaan seperti ;tawan karang, mesatia, penobatan raja,
hubungan dengan kerajaan-kerajaan laiannya, kerja sama antara kerajaan-kerajaan
Bali dalam menghadapi musuh dari luar, hubungan kerajaan Klungkung dengan
pemerintah Hindia Belanda . Tradisi -tradisi Majapahit seperti pusaka-pusaka
keraton seperti keris dan tombak, asal usul keturunan raja bersal dari
Majapahit.
Masayarakat kerajaan tradisional di Klungkung ternyata memperlihatkan
cirri-ciri masyarakat yang bertingkat-tingkat sesuai dengan golongan-golongan
yang ada. Golongan sebagai unsure justru memperlihatkan saling terkaitnya
antara golongan dalam pelbagai bidang kehidupan dan secara bersama-sama
membentuk satu struktur. Dalam situasi sosio-kultural seperti inilah kelompok
elite yang memimpin tumbuh dan dibesarkan serta berpengaruh di masyarakat.
Pengaruh yang sangat kuat tampak jelas dalam peran yang dimainkan oleh
elite politik dan religius senantiasa bias dikembalikan pada golongan
brahmana. Raja-raja yang memerintah sampai raja terakhir yaitu Dewa Agung
Jambe dengan para kerabatnya yang memegang kekuasaan disatu pihak dan
Bagawanta dipihak lain memiliki posisi sentral dalam pemerintahan di Klungkung,
Posisi sentral kelompok pemimpin ini diperkuat lagi dengan adanya bentuk-bentuk
kepercayaan yang bersifat magis. Kepercayaan terhadap kekuatan magis dan
kitos tentang tokoh pemimpin terutama sangat menonjol sekitar pribadi
raja, Dewa Agung, yang dianggap sebagai penjelmaan Wisnu. Benda-benda
pusaka seperti keris, tombak dan meriam I Seliksik memegang peranan penting
dalam menamhbah kewibawaan raja, yang memerintah.
Cara bertahan dan melawan kerajaan Klungkung terutama terhadap ekspedisi-ekspedisi
militer Belanda tidak bias dicari dalam kondisi fisiknya saja, tetapi
harus dicari juga dalam kondisi non fisik yang meliputi ideology dan system
kepercayaan, kondisi politik, ekonomi dan social budaya kerajaan, kepemimpinan,
pengerahan laskar dan sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut saling kait
mengait dan telah mematangkan situasi untuk kemudian meletus menjadi perlawanan
yang amat spontan.
Kondisi politik yang telah mematangkan situasi perlawanan ialah usaha-usaha
untuk mengurangi9 dan menyerahkan kedaulatan kerajaan Klungkung ke dalam
wilayah Hindia Belanda, seperti perjanjian tahun 1841 yang disodorkan
oleh Gubernemen Belanda kepada Dewa Agung di Klungkung. Dua Tahun kemudian
yaitu pada tanggal 24 Mei 1843 diadakan perjanjian penghapusan tradisi
tawan karang kerajaan Klungkung. Perjanjian ini telah menimbulkan rasa
tidak senang dikalangan pejabat kerajaan seperti Dewa Agung Istri Balemas,
Dewa Ketut Agung, Anak Agung Made Sangging dan pengikutnya. Ditambah dengan
sebab-sebab lainnya seperti perampasan dua buah kapal yang kandas di Bandar
Batulahak (Kusamba)keterlibatan laskar Klungkung dalam perang antara Buleleng
dengan Militer Belanda di Jagaraga Tahun 1848 - 1849 mempertajam permusuhan
antara pihak Belanda dengan pihak kerajaan Klungkung. Permusuhan dan rasa
tidak puas Dewa Agung Istri Balemas memuncak, dan akhirnya meletus menjadi
perang terbuka yaitu perang Kusamba Tahun 1849. Pada perang itulah Jendral
Michiels tewas sebagai pimpinan ekspedisi militer Belanda.
Yang menarik dari peristiwa perang Kusamba menurut sumber penulis Belanda
ialah munculnya tokoh wanita yaitu Dewa Agung Istri Balemas sebagai seorang
sebagai seorang wanita yang sangat benci dan menentang intervensi Belanda
dan ia dianggap pemimpin golongan yang senantiasa menggagalkan perjanjian
perdamaian dengan pihak Belanda. Beberapa wanita di daerah-daerah lainnya
di Nusantara yang termasuk yang termasuk tipe wanita seperti Dewa Agung
Istri Balemas yang menarik perhatian penulis Belanda justru karena mereka
melawan, menentang Belanda dapat disebutkan seperti Cut Nyak Dien dan
Cut Meutia di Aceh, R A Nyai Ageng Serang di Jawa Tengah dan Martha Christina
Tiahahu di Maluku.
Diawal Abad ke - 20 disodorkan lagi perjanjian tentang Tapal Batas antara
Kerajaan Gianyar dengan Kerajaan Klungkung, tepatnya pada tanggal 7 Oktober
1902. Setelah penandatanganan perjanjian Tapal Batas timbul perselisihan
antara kerajaan Klungkung dengan Gubernemen mengenai Daerah Abeansemal,
Vasal Kerajaan Klungkung yang berada di daerah kerajaan Gianyar. Dukungan
raja Klungkung terhadap meletusnya perang Puputan di kerajaan Badung Tahun
1906 ditambah lagi menandatangani perjanjian tanggal 17 Oktober 1906 tentang
kedaulatan Gubernemen atas kerajaan Klungkung menambah rasa benci dikalangan
pembesar-pembesar kerajaan seperti Cokorda Gelgel dan Dewa Agung Smarabawa
yang sejak semula menolak menandatangani kontrak politik itu. Perjanjian
yang disebut terakhir ini telah menurunkan status kenegaraan dan politik
kerajaan Klungkung sebagai sesuhunan raja-raja Bali. Hal ini memperkuat
sikap menentang Dewa Agung dan kalangan pembesar kerajaan yang memuncak
pada perlawanan Puputan Klungkung tahun 1908. Perjanjian ini menunjukkan
bahwa intervensi Belanda makin kentara dirasakan oleh I Dewa Agung dan
pembesar kerajaan. Pengurangan pemasukan bagi kas kerajaan dan pembatasanhak
berniaga kerajaan dirasakan sangat merugikan kerajaan.
Kondisi social budaya tampak makin goyahnya nilai-nilai tradisi karena
makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Penghapusan adat mesatia di
kerajaan Klungkung pada tahun 1904 merupakan bukti makin meluasnya pengaruh
kehidupan barat. Dewa Agung dan pembesar dan pembesar kerajaan Klungkung
timbul rasa khawatir akan punahnya nilai-nilai kehidupan tradisional mereka.
Dalam hal ini ikatan tradisional dalam bentuk ketaatan terhadap atasan
(kawula Gusti) merupakan factor kuat bagi terlaksanannya ajakan untuk
menentang dan melawan.
Sistem kepercayaan yang sangat dipengaruhi oleh agama Hindu ternyata memegang
peranan penting dan telah mewarnai tindakan perlawanan baik perang Kusamba
maupun Puputan Klungkung. Kepercayaan terhadap karmapala mendorong para
pengikut.
Keadaan geografis
Kabupaten Klungkung merupakan Kabupaten yang paling kecil dari 9 (sembilan)
Kabupaten dan Kodya di Bali, terletak diantara 115 ° 27 ' - 37 ''
8 ° 49 ' 00 ''. Lintang Selatan dengan batas-batas disebelah utara
Kabupaten Bangli. Sebelah Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kabupaten
Gianyar, dan sebelah Selatan Samudra India, dengan luas : 315 Km ².
Wilayah Kabupaten Klungkung sepertiganya ( 112,16 Km ²) terletak
diantara pulau Bali dan dua pertiganya ( 202,84 Km ² lagi merupakan
kepulauan yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
Menurut penggunaan lahan di Kabupaten Klungkung terdiri dari lahan sawah
4.013 hektar, lahan kering 9.631 hektar, hutan negara 202 hektar, perkebunan
10.060 hektar dan lain-lain 7.594 hektar.
Kabupaten Klungkung merupakan dataran pantai sehingga potensi perikanan
laut.Panjang pantainya sekitar 90 Km yang terdapat di Klungkung daratan
20 Km dan Kepulauan Nusa Penida 70 Km.
Permukaan tanah pada umumnya tidak rata, bergelombangbahkan sebagian besar
berupa bukit-bukit terjal yang kering dan tandus.Hanya sebagian kecil
saja merupakan dataran rendah.Tingkat kemiringan tanah diatas 40 % (terjal)
adalah seluas 16,47 Km2 atau 5,32 % dari Kabupaten Klungkung.
Bukit dan gunung tertinggi bernama Gunung Mundi yang terletak di Kecamatan
Nusa Penida.
Sumber air adalah mata air dan sungai hanya terdapat di wilayah daratan
Kabupaten Klungkung yang mengalir sepanjang tahun. Sedangkan di Kecamatan
Nusa Penida sama sekali tidak ada sungai.Sumber air di Kecamatan Nusa
Penida dalah mata air da air hujan yang ditampung dalam cubang oleh penduduk
setempat.
Kabupaten Klungkung termasuk beriklim tropis .Bulan-bulan basah dan bulan-bulan
kering antara Kecamatan Nusa Penida dan Kabupaten Klungkung daratan sangat
berbeda.
Kecamatan Klungkung
Kecamatan Klungkung merupakan kecamatan terkecil dari 4 (empat) Kecamatan
yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas disebelah Utara Kabupaten
Karangasem, sebelah Timur Kecamatan Dawan, sebelah Barat Kecamatan Banjarangkan
dan sebelah Selatan dengan Selat Badung, dengan luas 2.095 Ha, secara
persis semua terletak di daerah daratan pulau Bali.
Kecamatan Banjarangkan
Kecamatan Banjarangkan merupakan Kecamatan yang terletak paling Barat
dari 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas,
sebelah Utara Kabupaten Bangli, sebelah Timur Kecamatan Klungkung, sebelah
Barat Kabupaten Gianyar dan sebelah Selatan Selat Badung, dengan luas
45,73 Km ²
Secara administrasi Kecamatan Banjarangkan terdiri dari 13 Desa, 55 dusun,
26 Desa Adat, dalam usaha untuk memajukan perekonomian di wilayah ini
telah didukung dengan beberapa sarana seperti, pasar umum, koperasi, KUD,
dan bank, RPD yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memajukan perekonomian
desa.
Kecamatan Dawan
Kecamatan Dawan merupakan Kecamatan yang terletak paling Timur dari 4
(empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung dengan batas-batas,
sebelah Utara dan Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kecamatan
Klungkung dan sebelah Selatan Samudra Hindia dengan luas 37,38 Km ².
Menurut penggunaannya luas wilayah Kecamatan Dawan terdiri 16,21 % lahan
sawah, 17,26 % lahan tegalan, 35,50 % lahan perkebunan, 6,93 % lahan pekarangan
0,21 % kuburan dan lainnya 23,89 %.
Kecamatan Nusa Penida
Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau
Nusa Penida, Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa
Dinas, Dengan Jumlah Penduduk 46,749 Jiwa (8.543 KK). Pulau Nusa Penida
bisa ditempuh dari empat tempat yaitu lewat Benoa dengan menumpang Quiksilver/Balihai
ditempuh +1 jam perjalanan, lewat Sanur dengan menumpang perahu
jarak tempuh + 1,5 Jam perjalanan. Lewat Kusamba dengan menumpang
Jukung jerak tempuh +1,5 jam perjalanan. sedangkan kalau lewat
Padangbai dengan menumpang Kapal Boat yang jarak tempuh + 1 jam
perjalanan.
Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit.
Desa - desa pesisir di sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar
dengan kemiringan 0 - 3 % dari ketinggian lahan 0 - 268 m dpl. Semakin
ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang. Demikian juga pulau
Lembongan bagian Utara merupakan lahan datar dengan kemiringan 0- 3% dan
dibagian Selatan kemiringannya 3-8 %. Sedangkan Pulau Ceningan mempunyai
kemiringan lereng bervariasi antara 8-15% dan 15-30% dengan kondisi tanah
bergelombang dan berbukit.
Mata pencaharian penduduk adalah pertanian dan sektor perikanan merupakan
mata pencaharian utama oleh 6,68% tersebar pada desa-desa pesisir yaitu
Suana, Batununggul, Kutampi Kaler, Ped dan Desa Toyapakeh. Di Pulau Lembongan
16,80% penduduk bergerak dibidang perikanan, dan Ceningan 12,88% mengingat
kondisi dan topografi daerah maka yang cocok dikembangkan adalah Sektor
Pertanian, dan Sektor Pariwisata.
Visi :
"TERWUJUDNYA MASYARAKAT KLUNGKUNG YANG SEJAHTERA, AMAN, DAMAI,
BERMARTABAT, BERMORAL DAN BERBUDAYA BERDASARKAN TRI HITA KARANA "
Misi :
- Mewujudkan ekonomi wilayah dan ekonomi kerakyatan
- Mewujudkan penigkatan pelayanan masyarakat
- Mewujudkan peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat
- Mewujudkan pelestarian dan pengembangan seni dan budaya
- Mewujudkan bakti yoga dan jnana marga serta punia dalam kehidupan
keagamaan
- Mewujudkan usaha pertanian, industri, kepariwisataan, UKM dan Koperasi
- Mewujudkan peningkatan infra struktur dan lingkungan hidup
- Mewujudkan reformasi birokrasi pelayanan Public
- Mewujudkan peningkatan stabilitas, ketentraman, ketertiban dan penegakan
hukum
- Mewujudkan Kebersihan Keindahan dan penataan lingkungan pemukiman
--oo0oo--
LAMBANG DAERAH KABUPATEN
DAERAH TINGKAT II KLUNGKUNG
Sesuai Perda Tentang Lambang Daerah Kabupaten Klungkung
No. 6 Tahun 1992, Tanggal 30 September 1992
BENTUK DAN ARTI LAMBANG DAERAH
Lambang Daerah berbentuk Segi Lima dengan wama dasar biru langit
. garis pmggir kuning emas dan didalamnya terdapat lukisan-hikisan serta
tuiisan-tulisan tertentu.
Lukisan lukisan dan tulisan tulisan sebagaimana dimaksud (1) di atas merupakan
unsur-unsur lambang sebagai berikut:
- Pemedal Agung wama Merah dengan sebelas undag dan daun pintu wama
kuriirig yang melukiskan kerajaan klungkung dahulu adalah pusat Kerajaan-Kerajaan
di Ball yang pemah mengalami masa kejayaan.
- Keris luk lima wama putih sebagai sari daripada bunga terataii yang
merupakan dasar dari Pemedal Agung berarti jiwa keperwiraan rakyat Klungkung
yang didasarkan dengan kcbulatan tekad yang suci megemban pemerintahan.
- Bintang kuning dalam sinar aura bersudut dclapan artinya rakyat Klungkung
mempunyai toleransi beragama/Ketuhanan Yang Maha Esa yang bersinar ke
seluruh penjuru mata angin.
- Padi wama kuning berjumlah 28 (dua puluh delapan) bulir, kapas berwama
putih dengan kelopak wama hijau sejumlah 8 (delapan) buah adalah kehidupan
yang adil dan makmur bagi rakyat Klungkung serta 4 (empat) helai bunga
teratai wama kuning yang terletak diantara padi dan kapas sekaligus
merupakan catatan Puputan Klungkung pada tanggal 21
April 1908.
- Dharmaning Ksatrya Mahottama yang tertulis dengan huruf berwarna
kuning cmas dan dibingkai hitam pada pita putih dengan Motto Daerah
yang melambangkan keperkasaan rakyat Klungkung dalam menjalankan dharmanya
untuk mensukseskan pembangunan
- Klungkung yang ditulis diatas motto daerah dengan huruf berwama hitam
pada kotak putih melambangkan wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung.
ARTI WARNA PADA LAMBANG DAERAH
- wama dasar biru langit mengandung arti ketetapan hati/kesungguhan
hati.
- Wama merah mengandung arti kesatria.
- Warna putih mengandung arti kesucian.
- Wama hijau mengandung arti kemakmuran
- Wama kuning emas mengandung arti kejayaan.
- Wama hitam mengandung arti keteguhan.
- Warna kuning mengandung arti ketulusan hati.
untuk info lebih lanjut silankan hubungi : http://www.klungkungkab.go.id