Jakarta
(ANTARA) -
Pedangdut Rhoma Irama bersikeras ceramah yang disampaikannya
di Masjid Masjid Al-Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat tidak bermuatan
SARA.
Bahkan Rhoma Irama mengklaim ceramah yang disampaikan untuk
mengingatkan umat Islam akan kaidah dalam memilih pemimpin yang tertera
dalam Kitab Suci. "Tadi saya klarifikasi kepada Panwaslu DKI mengenai pernyataan umat Islam dilarang keras untuk memilih orang kafir sebagai pemimpin. Saya berdakwah dan bukan kampanye," katanya kepada wartawan sesaat sebelum meninggalkan gedung Panwaslu DKI di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan, dakwah yang disampaikan di Masjid Al-Isra dalam kapasitas sebagai mubaligh.
"Saya bukan juru kampanye pasangan calon tertentu dan tidak ada atribut partai di sekitarnya," ujarnya.
Umat Islam, menurut Rhoma, sangat kondusif untuk kerukunan umat beragama dan antar bangsa.
"Namun, saya tekankan, dalam memilih pemimpin, umat Islam dilarang keras memilih orang kafir sebagai pemimpin," cetusnya.
Rhoma pun mengaku merasa berdosa bila tidak menyampaikan hal tersebut pada umat Islam.
"Saya harus menyampaikan hal ini, kalau tidak saya berdosa. Menangis? Saya terharu melihat `support` kawan-kawan," ungkapnya.
Raja dangdut secara tegas menolak meminta maaf kepada pasangan Joko Widodo(Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)terkait isi ceramah yang diduga mengandung isu SARA sehingga merugikan pasangan nomor urut ketiga tersebut.
"Untuk apa saya meminta maaf? Saya tidak merasa bersalah, karena saya tidak menjelek-jelekkan Jokowi-Ahok," tegasnya.
Ia menjelaskan, secara eksplisit di depan sejumlah jamaah pernyataan yang menyangkut isu SARA tersebut.
"Kan saya tidak pernah mengatakan Jokowi dari Jawa agama Islam, atau Ahok dari suku China dan agamanya Kristen," jelasnya.
Dirinya pun menerima apapun keputusan pemilihan gubernur DKI Jakarta putaran kedua apalagi jika memenangkan pasangan Jokowi-Ahok.
"Itu adalah konsekuensi sebagai warga negara," tambahnya.(ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silakan berkomentar dengan menggunakan hati nurani dan tidak mengandung SARA, SEX dan POLITIK